Tahun 2001 tidak dapat
saya lupakan karena ditahun tersebut banyak hal yang terjadi tanpa terencanakan
sebelumnya. Pada tahun tersebut saya sangat galau tidak tahu harus berbuat apa,
mau melanjutkan kuliah biaya tidak ada, mau kerja tidak memiliki skill, ditambah
saat itu kodisi Aceh dalam keadaan konflik. Semua orang dalam keadaan
ketakutan, banyak pemuda yang seusia saya terjun menjadi anggota GAM (Gerakan
Aceh Merdeka). Disaat kegalauan saya, ada beberapa orang yang menawarkan
pekerjaan, diantaranya jualan dikios, saya jalani hanya satu bulan, menjadi
kondektur trayek Panton labu – Lhokseumawe, dalam hati kecil saya tidak ingin
selamanya menjadi kondektur, 10 hari kemudian saya berhenti bekerja,
tidak lama setelah itu, saya ditawarkan mengajar anak-anak di SD.
Pada saat beliau
meminta saya untuk mengajar, saya belum memiliki ilmu untuk mengajar, belum tau
cara mendidik, saya hanya tamatan SMU, karena pertimbangan ingin mendapatkan
pengalaman “ bagaimana sih rasanya menjadi guru?” dan juga dorongan dari orang
tua saya, akhirnya saya menerima tawaran beliau untuk mengajar anak-anak
disekolah dasar, pada saat itu beliau mengajar di kelas II, berarti saya tanpa
pilihan saya harus mengajar dikelas II SD.
Siapa sih beliau yang
menawarin untuk mengajar, tidak lain beliau adalah guru saya waktu SD , beliau
guru kelas V waktu saya masih duduk dibangku sekolah dasar, M.Yakop namanya,
karena sakit beliau ingin berobat ke Langsa. Saat itu kondisi daerah Aceh
sedang dilanda konflik tidak semua orang mau mengajar, apalagi gaji guru sangat
sedikit, tidak sama seperti sekarang. Gaji guru sekarang selain gaji yang
diterima tiap bulan juga mendapat tunjangan tambahan yaitu tunjangan
sertifikasi, satu kali gaji pokok tiap bulan. Pada saat itu semua sekolah
kekuranga guru, tidak ada orang yang mintak mengajar, banyak guru yang mintak
pindah dengan berbagai alasan, tetapi sekarang banyak orang ingin mengajar
walau hanya bakti tanpa bayaran.
Dihari pertama
mengajar, saya kelimpungan kalang kabut, suasana kelas ribut, bagaimana caranya
mengajar dan mendidik anak sebanyak 36 siswa, rasanya mengajar dihari pertama
seperti kata cita citata “sakitnya
tuh disini” dada saya terasa sesak, mau kita bentak takutnya
anak-anak menangis, tidak kita bentak suasana kelas ribut. Jauh sekali bedanya,
saya mengajar dengan guru saya waktu di SMU, maklum guru-guru saya itu sudah
memiliki ilmu mendidik, sudah serjana, sedangkan saya hanya tamatan SMU yang
tidak tau cara membuat anak-anak tenang, senang, dan nyaman dalam belajar.
Ketika anak – anak
ribut saya hanya bisa memukul meja, “anak-anak diam…….”. Cuma lima menit anak –
anak bisa diam, kemudian anak yang sering buat keributan saya panggil kedepan
dan berdiri, dalam hati saya berkata “ berat juga rasanya menjadi guru”. Saya
mengajar tiap hari 4 jam pelajaran dari jam 08.00 sampai jam 10.20,
sehabis itu saya pulang kerumah, hari pertama dan seterusnya seperti itu juga
rutinitas yang harus saya jalani. Berat sekali tugas menjadi guru tidak semudah
yang kita bayangkan, seperti kata orang “ jadi guru SD gampang tinggal masuk
kelas ngajar ini budi, ini bapak budi, ini adik budi,”. Menjadi guru itu
ternyata harus memiliki kemampuan khusus yaitu kita harus mengetahui apa mau
sianak, keadaanya, karakternya yang berbeda-beda serta kondisi ekonomi orang
tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak.
Saya diarahkan untuk
mengajar dikelas II supaya anak-anak bisa membaca, menulis, dan berhitung. Saat
itu saya tidak tahu teknik mengajar untuk anak-anak, apalagi dikelas rendah,
bagaimana cara menarik perhatian anak-anak supaya anak-anak tertarik, mau
menulis dan membaca, bekal yang saya miliki hanya kemauan dan keberanian untuk
tetap maju menghadapi tantangan dan pengalaman baru. Setiap hari ada saja ulah
anak-anak, ada yang menangis tidak bisa menulis, ada yang berkelahi, ada yang
hanya duduk saja tidak mau menulis, ada yang selalu bertanya, dua jam mengajar
rasanya stresssssssss sekali, sampai di rumah langsung tertidur hingga
jam 12, selama satu bulan masalah tersebut saya pendam dalam hati, tidak berani
bertanya dan menceritakan kepada guru-guru yang lain, maklum saja, baru
mengajar malu kepada guru – guru yang lain, apalagi guru-guru tersebut semuanya
guru saya enam tahun yang lalu.
Sebulan kemudian saya
berhenti mengajar, saya pikir pak M.Yakop sudah sehat dan sudah bisa mengajar
seperti biasa, berarti tugas saya untuk mengantikan beliau sudah selesai, saya
tidak ingin anak-anak itu bodoh karena ketidaktahuan saya dalam mendidik,
saat itu saya berpendapat bahwa guru tidak dapat digantikan oleh orang lain
yang tidak memiliki kemampuan untuk mendidik, membimbing, dan mengarahkan, atau
bahasa lain kita katakan guru adalah orang yang menjadi panutan bagi anak-anak
didik yang bisa mengantikan orang tua mereka dirumah.
Setelah dua hari saya
tidak masuk kelas, Bapak M.Yakob datang kerumah saya meminta supaya saya mau
mengajar lagi, dalam hati saya sudah mantap untuk menolak pekerjaan tersebut,
karena pekerjaan tersebut sudah saya jalani cukup berat bagi saya yang tidak
memiliki ilmu menjadi seorang guru yang baik, disaat itulah semua permasalah
yang ada selama sebulan saya ceritakan. Namanya saja beliau guru senior di SDN
Tanjong Minjei, beliau sangat bijak dan mantap menjelaskan kepada saya, beliau
orang yang pertama memberi semangat hidup bagi saya, yang awalnya saya menolak
kini berubah 1800, selain memberi motifasi, tanpa saya minta beliau
juga bersedia memberi honor 100 ribu perbulan, bagi saya honor tersebut sangat
besar.
Baru dua hari merasa
tenang kini gejolak hati dan ketentraman jiwa kembali diuji, saya harus
berhadapan dengan anak-anak lagi, dengan kodisi yang sama, tempat yang sama,
wajah yang sama, Cuma hari yang berbeda, saya mulai menjalakan rutinitas
seperti biasanya, hari itu saya sudah berani masuk keruang dewan guru, guru
yang pertama menegur saya yaitu almarhum abah Husaini, beliau guru agama
disekolah tersebut dan beliau termasuk guru yang disegani oleh guru-guru yang
lain karena beliau orang yang dituakan karena ilmunya.
Setiap hari beliau
membagikan ilmunya kepada saya bagai mana cara bergaul dengan anak-anak, cara
mendidik anak yang baik, tempat-tempat yang boleh dipukul yang tidak
membahayakan bagi anak, saya teringat dengan penjelasan beliau ” kalau kita mendidik dengan kekerasan akan
melahirkan dendam, kalau kita mendidik dengan ketegasan akan melahirkan
kedisiplinan, kalau kita mendidik dengan kasih sayang akan melahirkan cinta”.
Sejak saat itu saya sangat tertarik untuk membaca buku tentang cara mendidik
anak, sampai saat ini saya masih teringat kalimat dalam buku yang saya baca “masuk kedunia anak-anak bermaian dengan
anak-anak baru bisa kita mengajarkan mereka”.
Ilmu-ilmu yang saya
dapatkan baik dari senior maupun dari buku-buku yang saya baca, saya terapkan
ketika mengajar, sejak saat itu saya mulai memperhatikan perubahan-perubahan
pada anak-anak, ternyata anak tersebut sangat senang bila dipuji, disanjung,
dihargai, dan mendapatkan perhatian dari kita. Anak-anak lebih senang kalau
kita mengajarkan hal-hal yang mudah kemudian secara perlahan-lahan kepada yang
lebih rumit. Selain itu anak-anak paling suka berijiminasi, saya sering
menciritakan dongeng – dongeng yang didalamnya mengandung pesan moral, dan
motifasi.
Setelah beberapa bulan
kemudian, kodisi siswa sudah bisa terkontrol dan mudah diatur. Saya menerapkan
aturan – aturan yang ringan bagi mereka, memberi salam ketika berjumpa dengan
guru maupun ketika pulang kerumah, meminta izin bila keluar kelas, membaca doa
sebelum dan sesudah belajar, menyiapkan barisan sebelum masuk. Setiap hari
aturan tersebut harus dijelaskan berulang-ulang hingga menjadi kebiasaan.
Setelah aturan sudah
menjadi kebiasaan, yang namanya anak-anak selalu saja membuat ulah, entah
ketidaktahuan atau karena ikut-ikutan, pernah suatu hari seorang anak meminta
izin untuk buang air kecil, kemudian yang lain juga ikut minta izin, trus semua
anak laki -laki minta izin untuk buang air kecil, semuanya saya kasih izin
sehingga pembelajaran tertunda sampai 8 menit, setelah semuanya masuk, dengan
nada sedikit lebih keras, semua tidak boleh keluar, “bapak tidak memberi izin
lagi untuk keluar”. Setelah 30 menit kemudian seorang siswa berteriak “ pak bee
geuntot ”. murid yang lain” pak kon geuntot si amad ka jitoh ek lam
sileuweu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar